Dengan gerakan lincah dan cekatan, Anoman
meloncat dari satu pohon ke pohon lain di Taman Argasoka yang sejuk dan
rindang. Mulutnya tergagap-gagap melantunkan sepotong puisi sentimentil.
Maklum, sebagai serdadu, selama ini lidahnya hanya fasih menerjemahkan komando
atasan. Meski demikian, vokal sember itu mampu membikin dada Dewi Shinta
berdebar-debar. Teringat sosok lelaki flamboyan yang sudah lama dirindukannya;
Sri Rama. Trijata, putri Alengka yang diberi tugas membujuk Dewi Shinta agar
mau melayani nafsu bejat Rahwana pun tak sanggup menyembunyikan perasaan haru.
“Oh … Sri Rama, junjungan hamba yang sedang
berduka. Betapa malang nasib Paduka, memburu sang permaisuri yang tak jelas
rimbanya. Gunung didakinya, jurang dituruninya, lurah dijenguknya, sungai
diseberanginya, semata-mata demi Putri Shinta. Kini, di Argasoka, sang Putri
berada dalam cengkeraman Rahwana.”
Sambil meloncat ringan dari pohon nagasari yang
rimbun, bibir Anoman terus berpuisi ria mengabarkan keberadaan Sri Rama yang
waswas memikirkan keselamatan Dewi Shinta. Untuk meyakinkan benar-benar duta
Sri Rama, Anoman menyerahkan sebuah cincin kepada Dewi Shinta. Dengan tangan
gemetar, perempuan sintal itu mengusap permata cincin yang tiba-tiba bersinar cemerlang.
Seketika tubuhnya mengigil dahsyat. Wajahnya kian memucat. Air matanya mengalir
menganak sungai, tak sanggup menahan arus perasaan yang membobol dinding
nuraninya. Saat Shinta memasang cincin itu ke jari manisnya, lubang cincin itu
teramat longgar, demikian pula saat dikenakan di jari tengah dan ibu jarinya.
Kini, Anoman tahu, selama di Alengka permaisuri junjungannya itu benar-benar
hidup dalam kubangan penderitaan. Dengan perasaan haru, Anoman menyampaikan
tekad Sri Rama untuk membebaskan Putri Shinta dari cengkeraman Rahwana.
“Terimakasih saya haturkan sebab menyampaikan
kabar Kangmas Sri Rama kepada Shinta!” ujar Shinta dengan vokal lirih nyaris
tak terdengar. Anoman manggut-manggut sambil memusatkan kepekaan telinganya.
Tiba-tiba terdengar derap langkah sepatu laras menuju ke Taman Argasoka. Jelas,
itu suara barisan prajurit Alengka. Dengan terbata-bata, Shinta meminta Anoman
segera meninggalkan taman setelah memberikan tusuk konde Cundomanik dan sepucuk
surat untuk Sri Rama.
“Janganlah engkau lupa sampaikan tusuk konde
bersama surat ini kepada Kangmas Sri Rama. Sampaikan pula suara hati Shinta
yang teramat rindu!” pesan sang Putri untuk yang terakhir kalinya dengan
tenggorokan tercekat. Tanpa menjawab, Anoman segera meluncur meninggalkan Taman
Argasoka. Trijata yang berubah menaruh empati terhadap penderitaan Shinta,
terkagum-kagum atas keberanian Anoman yang dapat menerobos barikade pasukan
Alengka. Sepasang matanya yang bening tak berkedip menyaksikan ketangkasan
Anoman meliuk-liuk di atas pepohonan hingga lenyap di balik tembok taman.
Misi Anoman untuk mengetahui keberadaan Shinta
tuntas dilaksanakan. Namun, masih ada satu misi yang mesti dia lakukan; menguji
kekuatan Alengka. Kabar yang gencar dilansir berbagai media, pasukan Alengka
dikenal sangat militan dan dilengkapi dengan senjata supercanggih, bukanlah
isapan jempol. Anoman telah merasakan betapa dahsyatnya kekuatan Angkatan laut
Alengka. Hampir saja dia menjadi korban keganasan Tatakini dan Wilkataksini,
serdadu Angkatan Laut Alengka yang memiliki “jam selam” nggegirisi. Beruntung
dia memiliki senjata Cupumanik Astagina, sehingga mampu melumpuhkan prajurit
kejam dan sadis itu.
Kini, Anoman hendak menguji kekuatan tempur
pasukan Alengka yang sesungguhnya. Dengan cekatan, dia segera membikin ulah
yang menggegerkan semua penghuni istana. Pepohonan di sekitar istana dicabuti.
Tembok tebal Taman Argasoka dihancurkan. Suasana hiruk-pikuk. Semua penghuni
istana berhamburan keluar, menyaksikan ulah seekor kera putih yang tengah bikin
keonaran. Dua batalyon prajurit bertubuh raksasa dan berwajah angker dengan
senjata supercanggih segera terjun ke gelanggang. Hanya dengan sekali komando,
ribuan timah panas melesat merajam tubuh Anoman. Namun, dengan tangkas, Anoman
meliuk-liuk dan menukik ke udara. Tak satu pun peluru menyentuh kulitnya. Para
prajurit Alengka semakin bernafsu meringkusnya.
Melihat situasi makin gawat, Anoman melolos
senjata Cupumanik Astagina. Setelah ber-tiwikrama beberapa detik, tiba-tiba
tubuhnya berubah menjadi raksasa dengan kekuatan berlipat-lipat. Para serdadu
Alengka terbengong-bengong. Dengan cepat, Anoman mencabut pohon nagasari tua
yang masih tersisa, lantas dijadikan senjata untuk melabrak ribuan prajurit
Alengka yang mengepungnya. Hanya dengan sekali gebrak, ratusan prajurit tewas
dengan tubuh remuk-bubuk. Teriakan dan pekik histeris membahana.
Ulah Anoman kian menjadi-jadi. Sudah ribuan
prajurit menjadi korban keganasannya. Hal itu membuat Saksadewa, putra
kesayangan Rahwana, gusar. Dengan langkah berat, dia melolos senjata Gandrasa
yang konon mampu menyemburkan gas beracun. Namun, sekali lagi, Saksadewa
dibikin panik. Anoman dapat berkelit, bahkan di luar dugaan tiba-tiba mencabut
sebatang pohon raksasa, lantas dengan kekuatan penuh dihantamkan telak ke
kepala Saksadewa. Tak ayal, tengkorak kepala Saksadewa hancur berkeping-keping.
Tewas.
Kematian Saksadewa yang mengenaskan menyebabkan
Indrajit, putra sulung Rahwana, marah besar. Tanpa basa-basi, dia meloncat ke
atas Yaksa Singa, kendaraan berlapis baja yang konon pernah memorak-porandakan
Kahyangan. Dengan penuh nafsu, Indrajit melabrak Anoman yang berdiri santai di
bawah pohon yang rimbun. Namun, Anoman kembali dapat menjinakkannya. Dengan
cekatan, dia mencabut sebatang pohon, menghantamkannya secara telak ke perut
Yaksa Singa. Tak pelak, kendaraan berlapis baja itu hancur berantakan. Tubuh
Indrajit terpelanting ke udara. Dihinggapi rasa penasaran dan kepanikan, Indrajit
melepaskan panah Trisula. Akan tetapi, anak panah itu dijinakkan dan dipatahkan
menjadi beberapa potong. Indrajit geleng-geleng. Dia melolos senjata
pamungkasnya, panah Nagageni, yang pernah membikin Dewa Indra kelimpungan
menghadapinya. Secepat kilat, panah Nagageni meluncur, mendesis, dan menyala
merah. Kali ini, Indrajit bisa bernapas lega. Panah itu menembus paha kiri
Anoman yang telah berubah wujud menjadi kera putih. Merasa belum puas, Indrajit
melepaskan panah Nagapasa. Luar biasa. Panah itu mendadak berubah menjadi naga
raksasa yang mengerikan, dan dengan cepat membelit tubuh Anoman. Kera putih itu
benar-benar tak berdaya. Para prajurit Alengka yang selamat dari amukan Anoman
bersorak-sorak, mengelu-elukan Indarjit.
Namun, sebenarnya hal itu hanya sekadar taktik
bagi Anoman agar bisa bertemu dengan Rahwana. Taktiknya sukses. Anoman segera
diserahkan kepada Rahwana. Di hadapan penguasa lalim itulah, Anoman
melampiaskan rasa muaknya dengan setumpuk caci-maki dan sumpah-serapah.
“Sungguh, tiada langgeng kekuasaan rezim yang
suka menculik, pengecut, bermoral rendah, tanpa rasa malu. Penguasa busuk macam
engkau yang selalu mengklaim diri didukung banyak kalangan, lambat tapi pasti
kekuatan koalisi itu akan berbalik menghantam dirimu. Tidak percaya? Buktikan
saja!” ledek Anoman memancing amarah Rahwana. Tentu saja yang diledek murka.
Tangannya menggebrak meja berukiran indah hingga hancur berkeping-keping.
“Keparat! Kubunuh kau monyet tak berupa!” Hampir
saja kepalan tangannya yang kukuh menghantam wajah Anoman, tapi dapat dicegah
Wibisana. Amarah Rahwana tak juga reda. Rezim diktator itu segera memerintahkan
prajuritnya untuk membakar Anoman hidup-hidup.
Peristiwa yang amat tragis itu pun tak bisa
dhindari. Di tengah alun-alun, ribuan penduduk dan prajurit Alengka menyaksikan
tubuh Anoman dilalap si jago merah. Namun aneh. tiba-tiba saja di tengah bara
api yang menjilat langit itu, dengan tangkas Anoman melenting ke udara sambil
membawa seunggun api, lantas menyebarkannya ke segenap penjuru Alengka. Angin
kemarau yang kencang bertiup membikin bara api kian dahsyat meluluhlantakkan seisi
kota. Suasana Alengka berubah kacau dan gempar.
Sementara itu, di Taman Argasoka, Dewi Shinta
dicekam kepanikan memikirkan nasib Anoman. “Bagaimanakah nasib serdadu Anoman?
apakah dirinya tertangkap?” bisiknya dalam hati. Namun, kepanikannya sirna
setelah menyaksikan Anoman telah berdiri di sampingnya. Harapannya untuk bisa
terbebas dari sekapan Rahwana kembali membayang di kepala. Baginya, Anoman
dianggap sebagai sang pembebas yang akan membuka jalan bagi pengabdian hidup
lahir batin kepada lelaki pujaannya, Sri Rama.
gbr. Sri Rama Wijaya dan Dewi Sinta
--Dx